Mamu Zein
Author: Dr. Moh. Sa\'id Ramdhan al-Buthi
Category: Religion & Spirituality
Mamu dan Zein bertemu pada pesta tahunan musim semi, di pinggiran sungai Dajlah. Saat itu Mamu berdandan seperti perempuan dan Zein berdandan seperti laki-laki. Mereka melakukan penyamaran karena masyarakat Jazirah Buton membatasi dengan ketat pergaulan antara perempuan dan laki-laki. Sementara Mamu dan Zein ingin mencari pasangan yang bisa membuat hati mereka terpikat dan jatuh cinta. Bukan pasangan yang dijodohkan.
Dalam pertemuan nan singkat itu, Mamu jatuh pingsan. Aneh. Sosok lakilaki yang berjalan di depannya begitu memesona dan menggetarkan rasa cinta yang agung. Mamu tidak akan pernah tahu siapa laki-laki itu jika saja dia tidak melihat cincin yang melingkar di jarinya dan baru dia sadari beberapa hari kemudian! Cincin itulah yang mengantarkan Mamu pada Zein dan membuat cinta di dada mereka kian menggelora.
Masalahnya, Zein ternyata adik kandung pangeran yang menguasai Buton, sedangkan Mamu hanya juru tulis biasa. Mamu dan Zein tidak sekelas, sekalipun cinta mereka tulus.
“Kemarilah wahai para sahabat. Tidak ada yang bisa melipur lara hatiku selain kalian. Kemarilah. Diam di sini, bersamaku. Betapa aku sangat membutuhkan kalian di hari-hariku yang kelam. Betapa aku sangat merindukan kalian menghibur malam-malamku yang pekat.”
Mamu dan Zein harus dipisahkan. Bagaimanapun caranya.
Tragedi cinta Mamu dan Zein, pemuda-pemudi Kurdi, adalah cerita nyata. Dr. Moh. Said Romdhan al-Buthi menuliskannya menjadi novel ketika berusia 13 tahun. Karenanya, novel ini menjadi salah satu rekam jejak pemikiran Dr. Buthi paling dini dalam kapasitas beliau sebagai ulama internasional yang disegani. Dr. Buthi memang sudah wafat. Tapi salah satu warisannya, Mamu Zein yang ada di tangan Anda ini, layak terus dinikmati dan menjadi suluh di hati.