
BESTSELLER
Aku yang Sudah Lama Hilang
Author: Nago Tejena
Category: Self-Improvement, Lomba Ulasan Sewindu Bincang Buku
“Diramu untuk memahami dirimu, ditulis untuk mengembalikan jiwa yang lama kamu abaikan.” —Jiemi Ardian, Psikiater
Kapan terakhir kali kamu merasa bahagia? Bangun dengan perasaan ringan, memiliki semangat untuk pergi bekerja, serta dikelilingi oleh orang-orang yang kamu sayangi?
Tak terasa kehidupan dewasa sering kali menguras diri kita secara perlahan. Tang- gung jawab yang bertambah banyak, berbagai masalah yang datang silih berganti, atau ekspektasi dari lingkungan sekitar yang membebani. Kita pun tetap berusaha melewati seluruh tantangan tersebut... tanpa menyadari kalau kita sedang perlahan menghilang dalam prosesnya.
Apabila kamu sedang berada di posisi ini dan merasa bahwa ini waktu yang pas untuk kembali menemukan dirimu, maka kamu telah bertemu dengan buku yang tepat. Bersama buku ini, kita akan belajar untuk mulai mendengarkan pikiran dan perasaan dari dalam diri, memiliki hubungan yang baik dengan diri, serta membuat pilihan hidup yang terbaik untuk diri.
Terdengar sedikit egois? Memang.

Buku ini mengungkapkan bahwa sehat secara mental bukan hanya tentang merasakan perasaan positif, tetapi juga mampu merasakan perasaan negatif. Penulis berhasil menggambarkan dengan jujur dan mendalam bagaimana menerima emosi-emosi negatif seperti kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan, yang sering dianggap tabu, justru menjadi langkah penting untuk pemulihan dan penerimaan diri.
Dengan gaya penulisan yang reflektif dan penuh makna, “Aku yang Sudah Lama Hilang” menyarankan pembaca untuk mengenali diri mereka yang sebenarnya, dengan segala perasaan dan konflik batin yang muncul. Buku ini sangat cocok bagi mereka yang ingin mengeksplorasi konsep kesehatan mental yang lebih luas, dan bagaimana cara kita dapat sembuh dengan menerima segala aspek dari diri kita sendiri.
Kesimpulan:
“Aku yang Sudah Lama Hilang” adalah buku yang menggugah, mengajak pembaca untuk merenung lebih dalam tentang pentingnya keseimbangan emosi dalam perjalanan hidup. Buku ini memberikan pandangan baru tentang bagaimana kita dapat menjaga kesehatan mental dengan cara menerima perasaan negatif sebagai bagian dari diri kita, bukan sesuatu yang harus dihindari.
"banyak orang yang keliru, mengira bahwa perjalanan menemukan diri merupakan perjalanan kembali menjadi anak kecil yang lugu dan polos...." (hal. 13)
tak hanya itu, penulis tersebut berhasil membantuku dalam menjalani hidup dewasa ini karena, hidup dewasa bukan berarti hanya menjalani kehidupan yang membosankan karena melakukan hal yang sama setiap waktu. semua hal yang aku lakukan setiap hari tidaklah membosankan, justru membuatku paham bahwa kita memang perlu kerja untuk "menyambung hidup"
"mau tidak mau, kita harus mengemban beban dan tanggung jawab ini. inilah kenyataan yang saat ini sedang dihadapi oleh banyak dari kita" (hal. 40)
selain itu, kita juga masih bisa membuat harapan setelah melakukan kewajiban kita masing-masing. harapan itu bukan hanya ingin memiliki barang mewah, punya istri cantik, atau dapat jabatan tinggi. karena harapan memiliki kesamaan dengan kebebasan pada setiap orang.
harapan itu bisa dari yang sederhana, seperti jalan-jalan, nogkrong bareng teman-teman sekantor, atau cukup dengan berkumpul bersama keluarga sambil menonton acara favorit.
"kita punya selutuh kebebasan yang ada di dunia ini.kita bebas melakukan apa saja, kapan saja, di mana saja" (hal. 42)
Salah satu kelebihan buku ini adalah ditulis oleh seorang psikolog klinis. Membahas tentang jiwa-jiwa yang seringkali kehilangan arah, makna, dan tujuan dalam hidup. Bahkan melupakan siapa diri kita dan apa yang sebenarnya kita ingin capai.

-So, di buku ini kita bakal dikasih perspektif baru dari penulis yang juga merupakan seorang psikolog. Serasa langsung konsultasi ke psikolog ya, walaupun nggak dilakukan secara langsung. Pertanyaan- pertanyaan yang mungkin sering kita tanyakan atau perasaan-perasaan yang sering kita rasakan tapi kadang kita nggak menyadari, banyak banget dibahas di buku ini.
-Jadi dewasa membuat kita perlahan-lahan kehilangan jati diri kita. Dan aku pribadi pernah melaluinya. Rasanya ingin berlomba dengan orang lain. Dan takut untuk tampil beda. Karena beda berarti ada yang aneh sama diriku. Padahal di buku ini dijelasin, ya tiap manusia itu beda-beda. Dan nggak ada yang salah dengan itu. Justru beda dengan orang lain (tentunya dalam konteks positif) membuat kita mempunyai nilai lebih. Kalau istilah zaman sekarang, antimainstream ya.
-Buku ini ditulis dengan unik menurutku. Kalau biasanya buku non-fiksi itu identik dengan paragraf yang penuh. Yang membuat pikiran kita rasanya berat kayak belajar pelajaran waktu sekolah. Buku ini dicetak dengan unik menurutku. Paragrafnya sama sekali nggak panjang. Dengan font yang juga cukup gede. Satu paragrafnya diatur nggak terlalu panjang, paling panjang 5-6 kalimat. Bahkan ada 3 kalimat aja. Dan yang paling penting bagiku selama baca non fiksi ini adalah aku nggak merasa digurui selama baca buku ini. Malah aku seperti merasa dirangkul dan mendengarkan sharing teman ku sendiri.
-Banyak poin menarik tentunya di buku ini, apalagi buku ini menjelaskan fase kehidupan manusia bagaimana perubahan dari kita masih kecil sampai dewasa. Waktu lagi kecil dengan pemikiran yang masih polos dan sempit. Kita merasa dunia selalu berpihak kepada kita. Ada orangtua, kakak, kakek nenek, Paman, Tante yang selalu siap ada di belakang kita kalau kita melalui tantangan. Tapi saat dewasa, tentunya kita hanya punya diri kita sendiri untuk melalui tantangan yang ada. Karna saat dewasa juga dituntut mampu untuk menghandle tantangan yang ada.
-Akhirnya demi menghindari rasa kegagalan kita lebih memilih di zona aman. Tapi sisi negatifnya tentu kita stag di tempat. Mungkin rasanya aman tapi lama kelamaan juga akan bosan. Seperti burung dalam sangkar. Yang awalnya merasa enak karena apapun sudah disediakan dan merasa aman. Tapi lama-lama melihat kawanan burung lain terbang bebas membuat menyesal karena lebih memilih terkurung.
-Saat dewasa kita dituntut untuk bisa memahami orang lain, ya memang benar karna sebagai mahluk sosial kita pasti berinteraksi dengan orang lain. Waktu kecil pun kita diajak untuk menghargai satu sama lain. Tapi, ada kalanya jika memang yang dilakukan orang lain itu menganggu kita. Kita harus menjelaskannya supaya kita nggak memendam perasaan itu dan malah menimbulkan masalah untuk diri kita sendiri.
-Hal yang juga menarik buatku ada pembahasan tentang manusia itu lebih suka bergerak (buat yang cita-citanya jadi kaum rebahan, kalian mesti baca ini deh). Aku sendiri pernah berpikir kalau libur pengen malas-malasan, rebahan sampe puas pokoknya. Tapi pada akhirnya, saat aku melakukannya ternyata nggak seenak yang aku bayangkan. Tetep saja di hari libur aku mencari kesibukan yang lain bukan hanya sekedar rebahan. Percaya deh jadi tim rebahan itu nggak selamanya enak. Karena hakikatnya manusia adalah makhluk dinamis. Jadi bekerja bukan hanya untuk dapetin cuan juga untuk menjaga keberlangsungan dan keseimbangan mental.
-Dan kembali diingatkan lagi kalau kita berusaha memuaskan atau menyenangkan orang lain, pada akhirnya kita akan kehilangan diri kita sendiri. Dan kembali mempertanyakan apa yang selama ini yang udah kita lakukan yang ternyata nggak baik untuk diri kita sendiri. Menurutku, lakukanlah itu semampu kita aja. Karena hidup kita milik kita bukan milik orang lain.
-Pokoknya banyak banget deh pembahasan-pembahasan yang related di buku ini. Yang bakalan panjang banget kalau aku bahas (sebenarnya gatal banget sih pengen nulis) disini. Tapi yang aku jamin kalian nggak akan nyesel baca buku ini. Semoga sehabis membaca ini kalian perlahan menemukan sisi diri kalian yang mungkin saat ini masih hilang. Semangat. You are the best, just the way you are.????
Menurutku, buku motivasi satu ini ibarat tangan hangat yang mengelus kepala dan lengan-lengan penuh cinta yang memeluk jiwa rapuh kita. Latar belakang penulis yang menekuni bidang psikologi pun menjadikan buku ini semakin memadai untuk dipercayai dan tidak hanya seperti bualan diary.