Loading...
Isman H. Suryaman
Isman H. Suryaman adalah penulis humor Indonesia yang piawai menggelitik urat tawa dengan menggunakan humor pengamatan. Ciri karyanya terlihat dalam sentilan pada berbagai pola pikir atau pengkondisian sosial di Indonesia. Ia juga tak ragu untuk menertawakan diri. \\\\\\\"Jangan mengaku sebagai penulis humor di depan umum,\\\\\\\" ujarnya pada sebuah wawancara, \\\\\\\"karena orang-orang akan meminta kita untuk membuktikannya.\\\\\\\"
Pada September 2004, Isman menerbitkan buku pertamanya, Bertanya atau Mati!, sebuah kumpulan esai humor yang mengajak pembacanya untuk berpikir dan tertawa. Ia percaya bahwa dua aktivitas tersebut (berpikir dan tertawa) tidak saling bertolak belakang. Menurutnya, \\\\\\\"Seperti politikus dan kepedulian terhadap rakyat. Sama-sama dua hal yang tampak jarang berpadu, tapi sebenarnya bisa.\\\\\\\"
Bersama mitra hidupnya yang juga penulis, Primadonna Angela, Isman menerbitkan buku keduanya, Jangan Berkedip!, sebuah kumpulan flash fiction, cerita yang sangat pendek. Bahkan ada ceritanya yang hanya berisi satu kata.
Masih dengan gaya humor, ia menuliskan buku ketiganya, Tujuh Dosa Besar (Penggunaan) PowerPoint. Buku ini menyentil berbagai salah praktik presentasi yang terlalu mengandalkan perangkat lunak seperti PowerPoint, Impress, atau Keynote. Buku ini ia tulis berdasarkan pengalamannya mengadakan lokakarya penulisan kreatif/presentasi dan menghadiri berbagai presentasi yang menurutnya \\\\\\\"merupakan ajang pertempuran antara penyaji yang tidak kompeten melawan hadirin yang ingin kabur\\\\\\\".
Pada Ubud Writers and Readers Festival 2007, Isman terpilih sebagai salah satu penulis tuan rumah. Bertanya atau Mati! bahkan disebut-sebut di kalangan panitia seleksi sebagai \\\\\\\"Parasit Lajang versi Laki\\\\\\\". Dalam festival sastra bergengsi ini, Isman menjadi salah satu panelis dalam topik \\\\\\\"The Art of Satire\\\\\\\". Penampilannya sebagai komedian solo (stand-up comedian) di Jazz Cafe Bali juga mendapatkan sambutan hangat.
Saat ditanya mengapa memilih berdomisili di Bandung, ia menjawab, \\\\\\\"Di kota ini banyak orang yang senasib, sering kesulitan membedakan mana kiri dan kanan.\\\\\\\" Ia pun menertawakan latar belakangnya yang lulusan Teknik Informatika ITB tapi \\\\\\\"kalau ditanya umur saja harus menghitung dulu pake jari\\\\\\\". Sehari-harinya, Isman menjadi konsultan teknologi informasi. Selain itu, ia juga menjadi copywriter, editor, dan penerjemah lepas.
Pada September 2004, Isman menerbitkan buku pertamanya, Bertanya atau Mati!, sebuah kumpulan esai humor yang mengajak pembacanya untuk berpikir dan tertawa. Ia percaya bahwa dua aktivitas tersebut (berpikir dan tertawa) tidak saling bertolak belakang. Menurutnya, \\\\\\\"Seperti politikus dan kepedulian terhadap rakyat. Sama-sama dua hal yang tampak jarang berpadu, tapi sebenarnya bisa.\\\\\\\"
Bersama mitra hidupnya yang juga penulis, Primadonna Angela, Isman menerbitkan buku keduanya, Jangan Berkedip!, sebuah kumpulan flash fiction, cerita yang sangat pendek. Bahkan ada ceritanya yang hanya berisi satu kata.
Masih dengan gaya humor, ia menuliskan buku ketiganya, Tujuh Dosa Besar (Penggunaan) PowerPoint. Buku ini menyentil berbagai salah praktik presentasi yang terlalu mengandalkan perangkat lunak seperti PowerPoint, Impress, atau Keynote. Buku ini ia tulis berdasarkan pengalamannya mengadakan lokakarya penulisan kreatif/presentasi dan menghadiri berbagai presentasi yang menurutnya \\\\\\\"merupakan ajang pertempuran antara penyaji yang tidak kompeten melawan hadirin yang ingin kabur\\\\\\\".
Pada Ubud Writers and Readers Festival 2007, Isman terpilih sebagai salah satu penulis tuan rumah. Bertanya atau Mati! bahkan disebut-sebut di kalangan panitia seleksi sebagai \\\\\\\"Parasit Lajang versi Laki\\\\\\\". Dalam festival sastra bergengsi ini, Isman menjadi salah satu panelis dalam topik \\\\\\\"The Art of Satire\\\\\\\". Penampilannya sebagai komedian solo (stand-up comedian) di Jazz Cafe Bali juga mendapatkan sambutan hangat.
Saat ditanya mengapa memilih berdomisili di Bandung, ia menjawab, \\\\\\\"Di kota ini banyak orang yang senasib, sering kesulitan membedakan mana kiri dan kanan.\\\\\\\" Ia pun menertawakan latar belakangnya yang lulusan Teknik Informatika ITB tapi \\\\\\\"kalau ditanya umur saja harus menghitung dulu pake jari\\\\\\\". Sehari-harinya, Isman menjadi konsultan teknologi informasi. Selain itu, ia juga menjadi copywriter, editor, dan penerjemah lepas.