Dendam Konflik Poso (Periode 1998-2001)

Dendam Konflik Poso (Periode 1998-2001)

Author: Hasrullah

Category: Culture

Konflik Poso muncul saat kran partisipasi politik terbuka lebar di masyarakat. Perebutan kekuasaan terjadi di Poso, di samping telah ada ketimpangan struktural. Perebutan kekuasaan yang dilakukan para elite lokal memanfaatkan momentum masyarakat Poso sedang melaksanakan ibadah Ramadan dan peringatan Natal. Momentum religius ini diseret ke kancah politik yang berujung kepada konflik. Ketika perseteruan menyentuh ranah agama sebagai dasar keyakinan umat, worldview,

maka konflik tidak dapat dikendalikan lagi. Sebab, masalah agama mudah menyulut sentimen individu dan kelompok yang sangat sensitif dan berakibat terjadinya konflik berkepanjangan di Poso, sehingga tampak seolah-olah konflik antar-agama. Akibatnya, terjadi dendam antar-penganut agama, pembantaian, dan lahirnya tragedi kemanusiaan.

Yang tersisa dari Konflik Poso adalah sebuah pertanyaan yang belum terjawab tuntas, mengapa dan bagaimana konflik itu terjadi? Banyak pihak berspekulasi, konflik tersebut terjadi karena perseteruan antar-umat beragama, pertarungan antar-elite lokal, dan sebagainya. Di dalam ’’Dendam Konflik Poso’’ ini, Hasrullah yang terjun ke lapangan di tengah ledakan bom di daerah itu, ’’memotret’’ konflik tersebut dari sisi pesan komunikasi politik para elite dua agama dan melengkapinya berdasarkan kacamata deklarator Perdamaian Poso.


“Penyebab Konflik Poso bukan kriminal, melainkan konflik struktural. Perkelahian atau kriminal hanya pemicu. Elite yang berbeda agama yang menyebabkan timpang.”

— M.Jusuf Kalla; Wakil Presiden RI

No. GM :
0
ISBN :
978-979-22-4472-4
Price :
Rp 60,000
Total Pages :
0 pages
Size :
15 x 23
Published :
18 December 2014
Format :
Softcover
Category :
Culture
Tags
Jadilah yang pertama untuk mereview buku ini
Hasrullah

Hasrullah lahir di pelosok Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, 7 Maret 1962. Tak heran jika dia sangat tertarik untuk meneliti kasus konflik Poso.

Hasrullah sempat putus sekolah sewaktu di bangku SD dan menjadi penjual air minum dengan mendorong gerobak di Muara Baru, Jakarta Utara. Kerasnya lingkungan dan sulitnya kehidupan, membuat Hasrullah sadar bahwa pendidikan akan memberikan pencerahan hidup sebagai anak manusia. Dalam kesulitan ekonomi yang luar biasa, keluarga membawa Hasrullah pindah ke Surabaya dan dia bisa melanjutkan sekolahnya di Kota Pahlawan itu. Perjalanannya terus berlanjut dengan banyak lika-liku sampai akhirnya dia menuntaskan program doktoralnya di Universitas Indonesia.