Karlinah Wirahadikusumah Bukan Sekedar Istri Prajurit

Karlinah Wirahadikusumah Bukan Sekedar Istri Prajurit

Author: Herry Gendut Janarto

Category: Biography

Hanya sekitar 10 menit bertemu Yulia Soeprapto, Karlinah memutuskan untuk pulang. Ia masih belum sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hati ia hanya mencatat bahwa ada tiga pimpinan teras TNI-AD, yakni jenderal TNI A.H. Nasution, Letjen TNI Ahmad Yani, dan Mayjen TNI R. Soeprapto, diminta menghadap Presiden Soekarno. Anehnya mengapa harus pagi-pagi sekali dan dijemput pasukan Cakrabirawa pula? (Awal Oktober yang Bikin Keder)

Begitu Prof. Yamamoto memberikan hasil biopsi histologis kepada Karlinah, kontan wanita itu tersentak keras. Begitu shock dan langsung down. Betapa tidak, ia dianjurkan untuk menjalani operasi modified radical mastectomia dan mammae reconstruction. Sebagai wanita yang bersuami, ia dibekap kebimbangan bila harus kehilangan payudara. (Menumpas Kanker Ganas)

Dalam berbagai kesempatan, Karlinah selalu menekankan bahwa individu yang mengerti etiket atau tata krama pergaulan akan lebih berhasil di tengah masyarakat, dalam bisnis, studi maupun dalam berorganisasi. Demikian juga beberapa perusahaan maju di luar negeri menjadi lebih maju lagi setelah mengadakan penataran-penataran khusus etiket pergaulan bagi karyawan maupun para pemimpinnya. (Kepemimpnan dengan Sentuhan keibuan)

No. GM :
0
ISBN :
978-979-22-6043-4
Price :
Rp 135,000
Total Pages :
0 pages
Size :
15 x 23
Published :
01 July 2010
Format :
Softcover
Category :
Biography
Tags
Jadilah yang pertama untuk mereview buku ini
Herry Gendut Janarto

Lahir di Yogyakarta, 28 Mei 1958. Selepas dari SMAk Kolese de Britto tahun 1977, Herry melanjutkan pendidikan di IKIP Sanata Dharma dan lulus sebagai sarjana Pendidikan dan Satra Inggris tahun 1982. Ia sempat menjadi guru bahasa inggris selama setahun si SMAK Stella Duce, Yogyakarta. Bungsu dari tujuh bersaudara ini kemudian hijrah ke jakarta dan bekerja sebagai editor penerbitan buku PT Gaya Favorit Press (Femina Group) hingga 1990. Selanjutnya, ia bergabung menjadi wartawan tabloid Nova selama dua tahun, hingga 1992. Lalu sejak tahun 1993 sampai sekarang, ia mencurahkan perhatinnya ke dunia anak-anak dengan menjadi redaksi majalah Bobo. Di celah-celah kesibukkan menulis buku, Herry tetap berusaha menulis rupa-rupa artikel, juga cerita pendek di sejumlah koran, tabloid, dan majalah yang terbit di Ibukota maupun daerah. Penulis yang (memang) bertubuh subur ini punya semboyan hidup yang unik: daripada mencelakakan orang lain, lebih baik menertawakan kekonyolan sendiri.